Skip to main content

Tradisi maling suku sasak, legalkah?


Maling, di dalam indonesia kata maling ini tentunya bermakna negatif, buruk, dan tidak baik. Karena arti maling ini sendiri adalah merampas/mengambil milik orang lain. Namun berbeda dengan di lombok, terutama oleh suku sasak, maling dilegalkan oleh suku sasak. Kok bisa ya?

Ok,  di sini akan saya jelaskan maksud dari maling ini, jadi di suku sasak ada sebuah tradisi pernikahan yang unik yang biasa disebut dengan maling/memaling. Tradisi ini merupakan salah satu prosesi di dalam pernikahan yang dilakukan oleh suku sasak. Ya seperti namanya, maling/mencuri, di sini akan ada sebuah aksi pencurian, namun yang dicuri bukanlah barang berharga atau benda mati lainnya, namun yang dicuri disini adalah wanita/perempuan/mempelai wanita yang akan disunting. Oleh masyarakat sasak, sebelum melakukan pernikahan biasanya mempelai pria akan memaling mempelai wanita dari keluarganya, sesuai dengan namanya,  memaling, hal ini dilakukan secara diam-diam dan sudah direncanakan oleh pria dan wanita yang bersangkutan.

Ada berbagai motif yang muncul atas kasus memaling ini, ada yang beranggapan bahwa dengan memaling ini maka biaya pernikahan bisa lebih murah, ada juga yang beranggapan bahwa memaling ini dilakukan karena orang tua salah satu atau kedua mempelai tidak menyetujui pernikahan anaknya, bahkan ada yang beranggapan bahwa dengan memaling ini orang tua mempelai wanita dapat menuntut mahar lebih besar.
Mengapa bisa begitu? Karena tradisi maling ini sudah mengakar pada masyarakat lombok atau suku sasak, mereka beranggapan bahwa memaling ini adalah sebuah bentuk kehormatan atas harkat dan martabat si keluarga wanita, selain itu dengan memaling ini berarti mempelai wanita dianggap memiliki keistimewaan yang tinggi, sebaliknya jika tidak ada terjadi tradisi memaling ini, orang tua mempelai wanita akan merasa terhina.

Konon katanya tradisi memaling ini dilatarbelakangi oleh cerita rakyat lombok tentang seorang raja yang memiliki putri yang sangat cantik sampai membuat banyak pria terpesona. Lalu sang saja membangun sebuah kamar dengan penjagaan yang sangat ketat, dan sang raja membuat sayembara bahwa siapa saja yang berhasil menculik putrinya, dialah yang akan dinikahkan dengan putrinya. Oleh karena itu tradisi memaling ini dianggap sebagai sebuah kehormatan untuk keluarga si wanita dan wanita itu sendiri.

Ok,  mari kita jawab pertanyaan pada headline di atas, LEGALKAH? jawabannya adalah legal, karena dalam proses memaling sudah ada aturan mainnya, aturan ini sudah diatur oleh adat, bahkan ada sanksi adat jika selama proses memaling menimbulkan keributan.
Berikut ini beberapa denda adat yang dikenakan pada mempelai pria/penculik:
1. Denda pati
Denda pati ini dikenakan pada si penculik apabila proses penculikan/memaling berhasil, namun menimbulkan keributan dalam prosesnya.
2. Ngurayang
Apabila proses penculikan/memaling terjadi keributan dikarenakan proses penculikan tidak dengan persetujuan si wanita, atau si penculik memaksa si wanita.
3. Ngebarayang
Apabila selama proses penculikan/memaling terjadi keributan atau digagalkan oleh saingan sang penculik atau hal-hal lain.
4. Ngabesaken
Apabila penculikan/memaling dilakukan pada siang hari sehingga menimbulkan keributan.


Nah berikutnya apabila proses penculikan berhasil dilakukan, pada malam itu juga akan diadakan acara mangan merangkat, yang dilakukan sebagai upacara penyambutan mempelai wanita di keluarga mempelai prianya. Baru kemudian pada pagi harinya keluarga mempelai lelaki mendatangi keluarga mempelai perempuan untuk merundingkan kelanjutan upacara adat perlawinan dan segala hal yang diperlukan untul melaksanakan akad nikah. Acara puncak dari tradisi memaling ini adalah adat sorong doe atau istilah lainnya nyongkolan, yaitu ketika rombongan mempelai pria mendatangi kediaman orang tua mempelai wanita.

Nah itu dia sedikit cerita tentang tradisi memaling suku sasak lombok. Bagaimana teman-teman ragam budaya? Ribet bukan? Tentu saja ribet, karena harus menyatukan 2 belah keluarga. Tapi tidak lebih ribet daripada menjadi jomblo kok :v.

Comments

Popular posts from this blog

GENDANG BELEQ MUSIK PENYEMANGAT DARI GUMI SASAK LOMBOK

Halo sahabat ragam budaya, kali ini kita akan membahas tentang kesenian asli lombok yaitu Gendang Beleq. Pasti sebagian dari kita sudah tau apa itu gendang beleq apalagi sekarang lombok sedang menjadi salah satu objek wisata halal di indonesia. Gendang Beleq adalah sebuah kesenian musik tradisional yang dimainkan dengan cara berkelompok memakai beberapa macam alat musik dan gendang yang berukuran besar sebagai alat musik utamanya.   Gendang Beleq sendiri memiliki arti (Gendang : Alat Tabuh Besar ) (Beleq : Artinya Besar) Sehingga diartikan sebagai alat tabuh atau gendang besar yang saat ini sering kita temukan sebagai alat kesenian daerah Gumi Sasak yang digunakan saat perayaan Pernikahan, Sunatan hingga acara special event lainnya. Pada awalnya kesenian Gendang Beleq digunakan untuk alat musik pengiring dan juga penyemangat bagi para prajurit pada saat akan berjuang ke medan perang. Suara yang dihasilkan pada Gendang Beleq ini dipercaya dapat membuat para prajurit lebi

EKSISTENSI WETU TELU DI LOMBOK

Halo, sahabat ragam budaya kali ini kita akan membahas budaya yang sangat unik dari indonesia bagian tengah yaitu dari lombok, nusa tenggara barat salah satu budaya unik dari pulau yang dijuluki dengan pulau seribu masjid ini adalah budaya wetu telu. Mungkin sahabat ragam budaya sudah mendengar atau mengetahui apa itu budaya wetu telu, wetu telu adalah praktik unik sebagian masyarakat suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam . Ditengarai bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam pada masa lampau, yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak pada waktu itu secara bertahap, meninggalkan pulau Lombok sebelum mengajarkan ajaran Islam dengan lengkap. (https://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Telu) Jika kita mengenal bahwa kegiatan beribadah umat islam biasanya melakukan kegiatan beribadah sebanyak 5 (lima) kali dalam sehari atau yang kita kenal dengan sholat lima waktu tetapi dalam budaya wetu telu ini masyaraka